Entri Populer

Minggu, 17 Juli 2011

Kisah tentang Bunga

Membaca segala tanya dari para sobat yang disampaikan dalam kolom komentar atas puisiku tentang Setangkai Bunga, maka kali ini aku akan memberi jawaban atas semua tanya yang muncul di balik puisi itu.

Bunga, sebutlah namanya begitu. Dia seorang gadis remaja yang cantik dan ceria yang umurnya belum genap 16 tahun. Tubuhnya yang tinggi semampai dan kulit putihnya membuatnya semakin terlihat jelita. Tahun ini dia baru saja masuk ke Sekolah Menengah Atas. Masa-masa remaja sedang dinikmatinya dalam keceriaan gejolak mudanya bersama teman-temannya. Begitulah, baginya masa muda adalah masa yang paling membahagiakannya.

Idul Fitri baru berlalu 2 minggu yang lalu. Sisa-sisa euforia kemenangan masih terasa dimana-mana, namun tidak bagi Bunga. Beberapa hari terakhir wajah putihnya terlihat semakin pucat dan lesu. Senyum dan tawa tak dapat ditemukan pada wajahnya. Semuanya tiba-tiba berubah menjadi muram. Bahkan seringkali terlihat dia menghela nafas panjang dan mengusap ujung matanya yang tiba-tiba menjadi basah.


Perubahan itu membuat sang Bunda, yang telah menjadi single parent setelah memutuskan berpisah dengan suaminya beberapa tahun yang lalu, menjadi gelisah dan sangat khawatir. Sudah berulang kali dicobanya untuk menanyakan pada Bunga tentang apa yang sedang terjadi namun Bunga belum juga mau membuka hatinya untuk bicara pada Bundanya. Bahkan, Bunga memilih menyendiri di kamar dan tak mau lagi masuk sekolah.

Setelah didesak berulang kali, barulah Bunga akhirnya mau menceritakan segala kegundahan hatinya. Cerita yang disampaikan Bunga benar-benar meluluhlantakkan hati sang Bunda. Ternyata yang meresahkan hati Bunga adalah kenyataan bahwa kini dia tengah mengandung dan usia kandungannya sudah masuk bulan kedua. Sedangkan lelaki yang menghamilinya adalah kekasihnya sendiri, seorang pemuda yang baru saja lulus SMA tahun ini. Bunga mencemaskan kandungannya sekaligus masa depannya.


Terpekur anak beranak itu menghadapi musibah yang kini terjadi. Akhirnya, sang Bunda pun segera menghubungi mantan suaminya, untuk membicarakan nasib anak mereka. Terus menerus meratapi nasib tak akan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Yang perlu mereka lakukan saat itu hanyalah memikirkan nasib Bunga dan anak yang dikandungnya. Rapat keluarga pun digelar dan malam itu diambil keputusan bahwa anak yang dikandung Bunga harus diselamatkan dan lelaki yang menghamili Bunga harus segera dimintai pertanggungjawabannya.


Malam itu juga, kedua orang tua Bunga dengan didampingi 3 orang kerabat lainnya mendatangi rumah sang lelaki. Mereka menuntut pertanggungjawaban sang lelaki atas anak yang dikandung Bunga. Kesepakatan awalnya sulit didapat mengingat sang lelaki baru saja lulus SMA dan belum punya penghasilan. Sementara usia Bunga pun belum genap 16 tahun. Setelah cukup lama berdialog, akhirnya disetujui untuk menikahkan mereka berdua.


Keputusan yang sangat berat bagi kedua belah pihak, tapi itulah yang dianggap terbaik pada saat ini. Walau terpaksa harus mengorbankan sekolah Bunga tapi mereka tak mungkin mengorbankan anak yang kini sedang dikandung Bunga. Rasa sesal yang tak bertepi pun kini dirasakan Bunga, karena terpaksa dia harus meninggalkan bangku SMA yang baru beberapa bulan dijalaninya. Terpaksa dia harus kehilangan keceriaan masa remajanya bersama teman-temannya. Sang lelaki pun untuk sementara harus melupakan dulu harapannya untuk bisa merasakan bangku kuliah. Tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan calon ayah terpaksa memupus impiannya itu. Menggantungkan hidup keluarga baru mereka kepada orang tua jelas tidak mungkin karena kehidupan orang tua mereka pun pas-pasan.


Dan.., esok hari kedua remaja itu akan mengikat janji menjalani hari-hari bersama. Melepas keceriaan masa remaja dan menggantikannya dengan memikul tanggung jawab berumah tangga. Melepas impian mengecap pendidikan tinggi dan menggantinya dengan menghadapi kenyataan menjadi orang tua muda.


Semoga kisah tentang Bunga dapat menjadi pelajaran bagi kita semua tentang beratnya tantangan dalam membimbing dan mendidik anak di era globalisasi saat ini. Semoga kita dapat memberikan perhatian dan kasih sayang yang jauh lebih banyak kepada buah hati kita. Semoga kita dapat memberikan lebih banyak bekal bagi mereka dalam menghadapi krisis moral yang kian mengganas saat ini. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar